Disclaimer :
Cerita dibawah ini, belum seberapa dibanding cerita “pejuang ASI” diluar sana.
—
Di awal kelahiran Husna saya tidak begitu merasakan baby blues atau sampai pada post partum depression (PPD). Alhamdulillah..
Support keluarga begitu penuh saya dapatkan. Hanya LDM yang menjadi ruang melapangkan hati. Perjumpaan di Sabtu-Minggu membuat kami terbatas bonding satu dengan yang lain. Husna-saya-suami. Tapi kami harus mengerti ini telah menjadi pilihan yang sudah ditentukan di awal. Meski tiap-tiap perjumpaan saya dan suami tidak selalu bisa dalam satu frekuensi. Terkadang masalah sepele bisa menjadi pemicu tutup mulut satu sama lain. Kami pernah pada fase ini.
Sama-sama menangisi kondisi yang sulit dipahami. Menjadi orang tua baru yang tak kunjung mengerti apa yang diinginkan anak. Menjadi orang tua baru yang mudah tersulut emosi ketika membandingkan siapa yang paling capek. Syukur alhamdulillah ini tidak berlangsung lama…
Kondisi medis saya maupun Husna juga baik-baik saja. Semua berjalan semestinya. Jahitan sembuh total di waktu yang cepat. Pemulihan kondisi tubuh juga terhitung mudah dan lancar. Husna tidak mengalami gangguan pertumbuhan apapun. Lahir dengan berat badan dan panjang badan yang masuk kategori baik. 3,3kg dan 49cm.
2 jam pasca kelahiran ASI saya keluar. Sempat dibuatkan susu formula, namun alhamdulillah lebih dulu ASI yang masuk. Bidan pun pro ASI. Seminggu, dua puluh hari mengASIhi berjalan baik-baik saja, kenaikan berat badan Husna juga menunjukkan hasil yang baik. Grafiknya bagus dan optimal.
Puting lecet sewajarnya saat masih diawal-awal karena lidah bayi masih kasar dan sembuh dengan kompresan air hangat yang saya rutinkan setiap hari. Semuanya berjalan begitu saja. Tidak begitu menguras keletihan fisik dan emosi.
Perjalanan kami dimulai! Sebagai tim baru yang harus senantiasa bertumbuh meski kadang matahari tak nampak menghangatkan tubuh.
—
2 bulan usia Husna, kami memutuskan tinggal bertiga di tanah rantau. Jauh dari bala bantuan keluarga besar. Menjalankan aktivitas semuanya bersama-sama (bertiga). Menjadikan kami belajar sebagai tim yang solid. Beruntung mas Muiz membantu dalam banyak hal urusan rumah tangga, seperti mencuci baju dan mencuci piring.
—
Sampai pada akhirnya, rutinitas menimbang berat badan Husna kembali dilakukan. Pun berbarengan dengan imunisasi. Saya deg-degan. Perasaan (apakah saya becus mengurus Husna) muncul ke permukaan.
Qadarallah, hasil grafik yang didapat pada hasil perhitungan berat badan Husna kali ini menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Berat badannya naik tetapi tidak signifikan sesuai target minimal. Garis pada grafiknya mulai lurus. Itu tandanya ada yang perlu dievaluasi. Saya mulai goyah. Pikiran buruk banyak menggelayut di awang-awang.
Mulai dari bisakah saya mengASIhi Husna hingga 2 tahun? Cukupkah ASI saya diminumnya hingga beres ASI Ekslusif?
Teringat disaat banyak sekali tetangga mertua yang memberikan bayi-nya MPASI dini. Pikiran khawatir saya terbang kesana. Bagaimana jika ternyata Husna harus MPASI dini?
Apakah saya menangis? Ya..
Tidak menyangka kemudahan diawal-awal kelahiran mengantarkan saya pada titik ini.
Saya pusing. Saya takut keputusan ini salah. Keputusan untuk tetap bertahan tidak menambahkan apapun pada Husna selain ASI. Saya takut keputusan keukeuh saya ini memperburuk keadaan.
—
Pergilah kami ke Dokter Spesialis Anak (DSA). Evaluasi dilakukan dan Husna dinyatakan sudah turun peringkat grafik pertumbuhannya. Meski belum terlambat kami membawanya kesana. Itu artinya masih sangat-sangat mungkin bisa diperbaiki. Semenjak Husna bisa menyusu dengan posisi tidur, ternyata disinilah awal mula masalah ketidak efektifan itu muncul. ASI yang masuk ke tubuhnya tidak maksimal.
Tetapi, ternyata disinilah kesadaran saya muncul. Bahwa mengASIhi memang tak pernah semudah kelihatannya. Disinilah hati saya diuji, ketika suami-pun merasa pasrah dan menyatakan “Ngga apa, toh anaknya masih gemuk ini. Masih aktif ini. Masih ceria dlsb”
Dan saya masih keukeuh dengan “mencegah Husna gagal tumbuh hingga stunting”
Ayolah, dukung aku ikhtiar penuh untuk tetap mengupayakan terbaik untuk Husna. Setiap saat ketika saya bisa pumping. Saya usahakan seberapapun banyaknya yang didapat akan saya berikan pada anaknya. Husna perlu ditambahkan booster ASI, selain direct breastfeeding dari saya. Dengan cara apapun, harus ditambahkan kuantitasnya.
Serepot apapun caranya.
—
Mungkin banyak yang belum aware dengan apa itu istilah stunting. Jika saya belum memiliki anak sampai saat ini, mungkin pengetahuan saya mengenai hal ini juga belum sampai pada tahap ini. Bahkan saya dan suami sempat mendebatkan apakah ini penting untuk diperhatikan. Sampai kami menyimpulkan sesuatu, jika kami masih mampu mengikhtiarkan dengan banyak cara untuk memberikan yang terbaik pada Husna, kami ingin terus mencobanya.
—
MengASIhi tidak hanya sebatas memberinya penghidupan. MengASIhi membangun jiwa, raga dan nalurinya menjadi anak yang hangat hatinya. MengASIhi mendekatkan hati kami (saya dan Husna). MengASIhi membentuk telepati kami. MengASIhi menyejahterakan keluarga kecil kami. Bahkan menentramkan hati saya dan suami.
—
Disini, saya (dan suami) tengah diuji. Untuk mencintai keputusan kami, mengASIhi Husna sepenuh hati.
Bismillaaah, mohon do’anya. Siapapun yang sempat membaca tulisan ini 🙂
Semoga kami mampu menjadi orang tua yang baik dalam membersamai Husna bertumbuh. Semoga ikhtiar yang sedang kami jalankan berjalan dengan lancar dan dimudahkan Allah.
Note :
Belajarlah sampai benar-benar mengerti bagaimana cara menyusui yang baik. Posisi dan perlekatan yang tepat. Mengerti dan memantau kebiasaan dan perubahan aktivitas dalam menyusui.
Juga memantau tumbuh kembang anak dengan baik.
Anak-anak yang kuat dan sejahtera. In syaa Allah jadi tabungan jariyah nantinya.
Sekali lagi, bismilaaah Allah mampukan kami.
#catatanASIHusna
—