Review Buku : Istri Bukan Pembantu

Review Buku : Istri Bukan Pembantu – Apa Kata Islam tentang Perempuan. Melihat kebiasaan yang umumnya terjadi di Indonesia bahwa seorang perempuan pasca menikah memiliki tugas rumah tangga yang banyak sekali dibebankan kepadanya, itu belum termasuk dengan mendidik anak, mengurus anak mulai dari memandikan, menyiapkan keperluan pribadinya, menyuapi makan, antar jemput sekolah dan lain sebagainya. Buku ini membahas dari sudut pandang 5 mazhab serta dengan bahasa fikih populer yang sangat ringan dicerna. Lalu bagaimana Islam memandang permasalahan tersebut?

cover buku istri bukan pembantu

Sekilas Tentang Buku

Sewaktu buku ini datang (karena saya pesan via online shop), ternyata halamannya cukup tipis untuk ukuran buku fikih yang awalnya saya berkekspektasi akan tebal seperti buku-buku fikih rujukan yang lain. Membaca daftar isinya yang cukup ringkas dengan 8 bab, dan saat membaca halaman pertama membuat saya merasa bertemu “aha“, karena bahasa yang dipakainya sangat-sangatlah ringan. Katakanlah seperti buku fikih kontemporer.

Judul Buku : Istri Bukan Pembantu Apa Kata Islam tentang Perempuan

Penulis : Ahmad Sarwat LC, M. A

Penerbit : Gramedia

Jumlah Halaman : 159 Halaman

Harga P. Jawa : 62.000,-

Isu tentang perempuan memang tak pernah akan ada habisnya untuk dibahas ya, apapun temanya. Buku ini memaparkan banyak sekali poin-poin penting seputar rumah tangga tanpa mengurangi substansinya. Dilihatnya pula dengan banyak sudut pandang dari 5 mazhab. Untuk orang awam dan amatiran macam saya begini, baca buku serasa mencerna sesuatu yang mudah sekali dipahami.

Masyarakat kita jelas-jelas perlu membaca topik-topik rumah tangga seperti ini, agar lebih terbuka pola pikir dan tidak melulu terpaku pada kebiasaan. Karena ternyata, apa yang kita kira selama ini adalah sebuah syariat atau tuntunan hanyalah tradisi kebiasaan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Latar Belakang

Jadi, buku ini ditulis oleh Ustadz Ahmad Sarwat dimulai karena beliau sering mengisi ceramah bertema rumah tangga untyuk ibu-ibu Indonesia di Doha, Qatar. Banyak jamaah menanyakan mengapa di pusat belanja justru lebih sering terlihat para bapak berbelanja kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentu sangat kontras dengan pemandangan yang sering kita jumpai di Indonesia.

Akhirnya penulis mencari beberapa literatur untuk membahas lebih dalam tentang apa yang selama ini menjadi tugas-tugas seorang istri, apakah itu bagian dari syariat agama atau hanya tradisi semata?

Isi Buku

daftar isi buku ibp

Membahas mulai dari tugas keseharian seorang istri seperti menyapu, mencuci, mengepel, memasak hingga topik ahli waris dan wajibkah seorang ibu menyusui anaknya juga bagaimana tentang wanita bekerja.

Ternyata, jika merujuk pada syariat islam, bentuk-bentuk tugas istri seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, memasak bukanlah sebuah bentuk kewajiban yang harus dijalankan oleh istri dalam rumah tangganya. Melainkan semua itu telah mencakup pada tugas suami kewajiban memberi nafkah. Nafkah disini diartikan pada jika bentuknya adalah makanan yang siap untuk dimakan, rumah yang siap untuk dihuni dan sejenisnya. Namun, istri memiliki kewajiban yang tiada boleh ditinggalkannya adalah menyerahkan diri sepenuhnya untuk suami. Diberi pelajaran ketika nusyuz serta tidak meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya. Nah, hal ini berkaitan dengan istilah istri hendaknya berkhidmat pada suami bukanlah semata menjadi khidmat (budak) untuk suaminya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Namun hendaknya suami dan istri memperhatikan dengan baik hak dan kewajiban sesuai syariat yang dibenarkan. Karena ini telah diatur secara seimbang di dalam agama Islam.

Tentang topik kewajiban ibu menyusui anak, disini peran ayah justru sangat ditekankan. Mazhab Syafi’i dan Hanabi menerangkan bahwa beban kewajiban diberikan kepada sang ayah. Maksudnya wajib bagi para ayah untuk mengusahakan air susu untuk anaknya terlepas itu disusui oleh ibu si anak atau yang lain. Untuk itu, para ayah lebih wajib menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sang ibu yang menyusui anaknya. Atau bahkan dalam pandangan imam mazhab yang lain, sang ayah wajib memberi upah atau gaji untuk para ibu yang menyusui anaknya. Lagi-lagi, bukankah Islam memandang mulia derajat perempuan?

Juga masih banyak topik lainnya termasuk ilmu waris dan kewajiban wanita bekerja.

Buku seperti ini tentu ditulis bukan dengan tujuan untuk memojokkan pihak tertentu atau lebih membela gender tertentu. Islam adalah agama yang sempurna. Tentunya ketika kita menemukan tuntunan atau larangan yang dikemukakan oleh para ulama itu semua mengacu pada Islam yang sudah sempurna.

Buku yang perlu dijadikan satu bahan diskusi untuk para pasangan suami istri dan jadi bahan renungan untuk calon pasutri 😁 Supaya makin terbuka paradigma tentang Islam memandang perempuan. Karena justru ketika selesai membaca buku ini, kita bisa simpulkan bahwa Islam memberi kedudukan yang mulia untuk para perempuan.

Tentunya bisa pula dijadikan untuk bahan pertimbangan pembagian tugas dalam pernikahan agar seimbang dijalani oleh kedua pasangan dan tidak saling memberatkan 😊

Tertarik baca bukunya? Ada bentuk digitalnya juga lho, bisa akses di Google Play Books.

Anak Tidak Pernah Salah Meniru

bukuimpor3

“Niru dimana ya yah, kalo diingat-ingat rasanya sekalipun tidak pernah melihat tayangan atau gambar seperti itu” tanya saya pada suami saat si kecil mempertontonkan aksinya “jumpalitan” 😂

Kami berdua sedikit kaget, karena kok bisa-bisanya ini bocah begini ya.

Usia yang hampir memasuki 2 tahun, which is we can call amazing twoddler 😋 untuk menyambut kepribadiannya yang semakin amazing ini. Memasuki usia 18 bulan, si kecil sudah menunjukkan sikap-tindakan tiruan atas apa yang ia lihat. Bisa dilihatnya kemarin, beberapa hari yang lalu atau bahkan baru saja dilihatnya. Makin sedep kan tentunya, tantangan jadi orangtua. Karena semakin kesini, saya semakin sering mencuri momen untuk merenungkan saat si kecil ajaib dan apa yang ia tiru dari saya atau ayahnya. Huehue. Karena memang anak tidak pernah salah meniru. Mungkin bisa jadi anak salah mendengar, tapi apa yang ia lihat tidak pernah akan salah saat ia menirunya. Ini tamparan keras sih ya, biar kudu lebih hati-hati. Karena ada fotokopian yang on sepanjang hari.

Kalaupun bukan meniru, ia akan tiba-tiba minta untuk mengulangi kegiatan yang dilakukan orangtuanya. Namun dilakukan dengan tangannya sendiri, misal saya lagi gudek adonan tepung untuk goreng tempe. Ya dia akan minta saya untuk ulang lagi dari proses menuang air, menuang tepung dan dia yang asik ngaduk. Saat asik, dia akan berlanjut keasikan dituang-tuangkannya dari wadah, ditetes-teteskannya diluar wadah, lalu bisa dipakai untuk luluran seluruh kaki dan tangan 😌 mari kita inhale-exhale.

Nah. Usut punya usut, balik tentang meniru. Saat kami mengetahui sumber percontohan “jumpalitan” itu tadi ternyata berasal dari sebuah buku impor yang kami beli disebuah bazaar buku 🤣

Dan memang dalam gambar, ada gambar persis yang ia tiru saat ini. Hiyaaa, gak sadar. Wkwkw

bukuimpor2

Setelah mengetahui ini, saya bilang ke suami kalau mulai sekarang saya harus pintar-pintar cari ulasan bukunya dulu sebelum membeli. Karena selama ini, anggaran beli buku selalu dari uang saya pribadi. Demi menjaga idealitas anak cinta membaca #eaa

Padahal tema bukunya mah baguuss hihi. Yaa mungkin ini ngga akan berlaku sebegininya di anak yang lain, tapi beda cerita kalo sama Husna 😂

bukuimpor1

Jadi, isi buku ini adalah mengenalkan bagian-bagian tubuh pakai bahasa yang sederhanaa banget meskipun bahasa Inggris. Tapi saya nyeritainnya ngga pake dual bahasa sih, tetap fokus di bahasa Indonesia. Gambarnya juga lugas, tanpa banyak gambar tambahan. Minusnya memang untuk buku-buku impor seperti ini jarang sekali ada review lengkap yang bisa kita baca diluaran sana. Baiknya yah kita cari tau yang bentuk sample, supaya bisa kita koreksi semua isinya.

Sekian tips dari saya tentang buku yang sekali tampak langsung berhasil ditiru 😂 eh poinnya sih, salah satu tips ketika berniat mau beli buku impor buat anak-anak. Karena jangankan buku impor, kadang yang buku lokal saja perlu kita pilih dan pilih sesuai value keluarga atau tidak.

Berinvestasi untuk anak itu bijak, tapi jangan sampai kita terlena juga untuk hal sekrusial ini ya. Karena, kita ngga pernah tau efek jangka panjanganya apa dibelakang nanti. Semoga, anak-anak kita semua bukan peniru ulung tentang hal-hal yang kurang baik. Tapi, menjadi peniru handal untuk hal-hal yang baik dan manfaat 🤗

Oiya, terakhir adakah yang tau judul buku ini? 😙

Makna Pulang Saat Lebaran

Entah, sudah sampai di minggu keberapa pandemi. Akhirnya keputusan final keluarga kecil kami adalah menunda pulang kampung, meski sebetulnya yang paling dekat ke Gresik pun masih bisa dijalani.

Meskipun “pulang” kerumah orangtua tidak harus dilakukan saat lebaran, namun tentu bagi setiap orang selalu memiliki ikatan emosional tersendiri yang hanya tercipta saat momen lebaran. Misalnya, seperti kebiasaan ibu saya membuat opor ayam. Tidak akan ada masakan ketupat dan opor ayam jika bukan saat lebaran.

Tiap-tiap kita pasti memiliki kesan tersimpan dengan ramadhan bersama teman-teman lama, bersama keluarga yang semakin dewasa diri kita semakin banyak disibukkan dengan beragam aktifitas yang ada. Momen buka bersama atau reuni angkatan biasanya juga dilakukan saat hari raya, namun kali ini kita harus tetap bersabar dan berjuang hingga semua usai.

Pulang dan rumah adalah dua kosakata yang mewakili beribu perasaan tersimpan, berjuta kenangan yang terekam dan segala jenis bentuk memori yang ada dalam ingatan.

Suatu hari, di grup Whatsapp keluarga yang berisikan cucu kakek-nenek yang berjumlah 20-an cucu kiranya. Kami membahas tentang hari raya kali ini akan sepi, banyak dari kami yang tak bisa pulang ke kampung halaman. Dan yang kami pikirkan adalah bagaimana “nang” (sebutan untuk kakek) mempertanyakan keberadaan cucu-cucunya yang biasanya begitu banyak saat berkumpul bersama. Bahkan untuk usia senja seperti nang, mengartikan makna pulang itu artinya anak-cucunya berkumpul dirumah beliau. Maksud saya, bahkan untuk setua beliau pun makna pulang juga membekas dalam naluri sebagai orangtua. Layaknya setiap orangtua mengharapkan anak-anaknya berkumpul bersama dan disaksikannya sehat semua.

Sounds familiar?

Tentu, momen lebaran memang rasanya begitu berat jika harus terlewatkan tanpa berkumpul dengan sanak saudara. Memang, ramadhan dalam pandemi ini akan terus menjadi cerita tersendiri.

5 Ide Mengajarkan Cinta Islam Pada Anak

Ide Mengajarkan Cinta Islam Pada Anak – Saat bulan ramadhan seperti ini adalah momen yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak-anak.

Ramadhan tinggal tersisa 10 hari terakhir, banyak sekali waktu pada saat ramadhan yang bisa digunakan orangtua untuk menyisipkan nilai-nilai kecintaan terhadap islam. Ternyata ada beragam cara dan ide agar anak-anak tertarik untuk menyimaknya lho.

Mengingat rentang konsentrasi yang dimiliki anak juga bergantung pada usianya. Semakin kecil usia anak, tentu semakin pendek pula durasi konsentrasi yang dimilikinya. Namun tantangannya akan lebih sulit bagi anak yang lebih besar.

Selain bercerita tentang puasa, Ramadhan memberi banyak insight untuk ayah dan ibu menceritakan tentang betapa mencintai islam adalah sebuah nikmat kebahagiaan untuk kita sebagai umat muslim 🥰

Apalagi jika kecintaan tersebut dimulai sejak kecil. Lalu apa saja sih, idenya?

  1. Waktu sahur, berbuka, dan shalat tarawih adalah waktu-waktu spesial yang diberikan Allah hanya ada di bulan Ramadhan. Untuk itu, menyemarakkan saat waktunya tiba akan mudah bagu anak-anak tertarik untuk mengikutinya. Tentu, dibarengi dengan menyisipkan kebesaran-kebesaran Allah mengenai “semua kebaikan menjadi berlipat ganda pahalanya, semua umat muslim melakukannya bersama-sama, bahagianya saat berbuka karena telah berhasil menahan lapar haus dan hawa nafsu sehari penuh, dan masih banyak lainnya”
  2. Membaca buku bertema Keislaman agar semakin mengenal apa saja yang terjadi saat bulan Ramadhan khususnya seperti Tentang sirah nabawiyah saat bulan ramadhan dulu, saat awal mula adanya perintah berpuasa, zakat fitrah, shalat ied dan banyak lainnya.
  3. Melakukan banyak amal baik agar dapat menjadi contoh nyata yang dilihat anak. Lalu, menyisipkan nilai bahwa segala puji bagi Allah yang telah menyayangi kita dan memberi nikmat yang lebih. Lantas bisa bermanfaat dan membantu sesama di bulan yang penuh kemuliaan ini. Saat ide-ide menarik seperti ini dilakukan, anak-anak akan lebih mudah meniru dan mengingat apa yang mereka lihat dan dengar secara langsung, ketimbang misalnya ketika kita jelaskan panjang lebar mengenai konsep memberi.
  4. Membuat atau mengerjakan buku aktifitas keislaman seperti yang saya kumpulkan di Google Drive ini. Sebuah kotak yang sengaja saya buat untuk mengumpulkan printable-printable siap pakai. Ayah bunda, bisa mengaksesnya disini. Banyak sekali cara sederhana yang bisa dilakukan meskipun dengan terbatasnya kondisi saat ini. Ataupun jika tidak bisa mencetak sendiri, orangtua bisa menirukan ide dengan menggambarkannya di sebuah kertas atau media yang lain.
  5. Mempersiapkan hidangan untuk keluarga. Seperti yang kita tahu, saat bulan ramadhan seperti ini menyiapkan berbuka ataupun makan sahur adalah salah satu aktifitaa yang menyenangkan. Karena tidak bisa kita lakukan setiap hari selain saat berpuasa. Maka berkreasi bersama anak-anak sembari mengenalkan bentuk nikmat Allah ; makanan, sayuran, buah-buahan dan masih banyak lainnya.

Banyak sekali bukan, ide-ide sederhana untuk mengajarkan cinta Islam pada anak yang bisa diterapkan sehari-hari sambil menjelaskan tentang tauhid dan keesaan Allah. Karena untuk anak-anak, terlebih jika usianya masih dalam rentang 0-7 tahun, hendaknya alangkah lebih baik untuk ditumbuhkan rasa cintanya terlebih dahulu akan Allah, Rasul, Al Qur’an dan Islam. Supaya fitrah keimanan yang telah Allah install dalam diri mereka senantiasa terjaga dan tumbuh dengan baik.

Untuk itu, ayah bunda mau mulai coba ide yang mana?

Atau punya ide andalan keluarga? Wah sharing di kolom komentar yuk, supaya saling bisa menginspirasi orangtua diluar sana.

Ramadhan #6 : Pertanyaan

Apa gerangan yang masih membuatmu bertahan hingga saat ini?

Bertahan untuk tetap berada jalan yang sudah engkau pilih. Meski berulang kali kamu sudah mengatakan ingin menyerah saja. Atau memutuskan ingin menjadi pelupa kalau bisa.

Apa gerangan yang masih membuatmu bisa memaafkan?

Memaafkan hal-hal yang ternyata itu hanya racauanmu saja. Sebab sejatinya memang manusia tak ada yang sempurna. Pun dengan dirimu sendiri. Meski saat luka itu datang kembali, lagi-lagi kamu tetap mengatakan ingin berlari.

Jawabanmu hanya satu. Semua itu karena nikmat yang Allah beri padamu.

Atas aib-aib dirimu yang ditutupiNya. Atas orang-orang pilihanNya sebagai penolongmu. Atas ruang maafNya yang senantiasa terbuka untukmu. Atas kasih sayangNya berwujud hari-hari baru.

Atas semua itu, kamu memang harus selalu menyadari. Bahwa kembali berserah adalah pilihan paling tepat untuk berpasrah. Bukankah manusia memang makhluk yang lemah?

Ramadhan #5 : Fokus dan Rileks

Bismillahirrahmanirrahim..

Sudah masuk hari ke -5 ramadhan, alhamdulillah rabbil ‘aalamiin. Semoga semakin baik kualitas iman dan taqwa kita ya.

Dengan banyak aktivitas yang dilakukan #dirumahaja kita dituntut untuk pandai memanajemen emosi karena terbatasnya ruang kebebasan. Sebetulnya sangat perlu untuk mengakui bahwa ada kalanya diri kita sedang tidak baik-baik saja. Mengakui bahwa kita hanyalah manusia yang tidak sempurna. Untuk itu, perlu mengerti apa-apa yang bisa kita lakukan untuk meringankan rasa ketidak baikan tersebut. Entah dengan mengistirahatkan diri dan pikiran sejenak. Atau melakukan hal-hal kesukaan.

Kabar baiknya, akhir-akhir ini sedang mencoba membaca artikel-artikel Inggris tentang mindfulness. Dalam rangka mendalami dan memperbanyak khazanah pengetahuan tentang topik tersebut.

Teringat chat dengan seorang teman yang membahas tentang mindfulness. Ternyata, sesederhana menyapu halaman saja sangat bisa untuk dilakukan dengan fokus dan rileks. Sebetulnya, apa dan mengapa sih harus mindful?

Mindfulness adalah cara yang dipilih untuk melakukan rutinitas harian kita dengan fokus dan rileks. Dengan cara ini, kita bisa juga meminimalisir emosi dan tekanan yang muncul diakibatkan rutinitas tersebut. Misalnya rasa jenuh, bosan bahkan bisa meningkatkan kualitas tidur. Contoh menggelitik lainnya yang ketika saya sadari bisa kita lakukan dengan mindful adalah mandi. Kita pasti berfikir mandi adalah aktivitas yang yaa hanya membasuh badan, membubuhi sabun, menyiram air, sikat gigi begitulah kiranya tahapan-tahapan mandi. Namun, ketika kita sudah terbiasa untuk mindful dan membiasakan diri. Saat mandi kita bisa memaknai gemericik suara air seperti sebuah irama ketika kran dibuka, saat mengangkat gayung berisi air dimaknai bahwa sendi-otot tangan sedang bekerja, dan mengatur nafas saat air diguyurkan ke badan. Itu semua membuat kita mensyukuri bahwa sesederhana apapun rutinitas yang tengah kita jalani, akan bermakna syukur ketika kita menyadari dan fokus melakukannya.

Yah. Baru sebatas ini yang bisa ditulis tentang mindfulness. Semoga akan ada part 2, 3 dan selanjutnya yang bisa dibagi nanti 🤗🌻

Selamat menjalankan puasa, semoga harimu menyenangkan!

Ramadhan #4 : Semua Sedang Belajar

Bismillahirrahmanirrahiim…

Makan sahurku di hari ke-4 sedikit kebutan-kebutan dengan waktu 😆 pasalnya alarm yang pertama di skip. Kamu sendiri bagaimana? Semoga tidak sepertiku ya 😌 karena sungguh, rasanya menentukan bagaimana hari ini akan dijalani.

Kalau sejak pagi bangun tidur, melakukan aktivitas dengan mindfulness. Menghayati setiap apa yang dilakukan mulai dari menggerakkan sendi-sendi tubuh saat terbangun, merasakan kaki dan tangan digerakkan, mendengar lirih hati berdo’a, sampai beranjak dari tempat tidur. Pasti rasanya akan lebih bersyukur dan mudah memaknai bahwa hari baru telah tiba berarti diberi Allah satu kesempatan baru untuk dijadikan ladang pahala.

Pagi hari seperti biasa setelah rutinitas dilakukan, si kecil merengek untuk dibukakan pintu. Tanda ingin bermain diluar. Paham sekali jika memang rasanya dia-pun bosan jika terus menerus bermain dirumah. Melihat ini membuatku berfikir bahwa semua sedang dibimbing Allah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Semuanya menjadi yang terdampak, tidak memandang apakah itu orang kaya, orang tidak berpunya, mau itu tua muda, dewasa ataupun anak-anak.

Sejatinya kita semua sedang dibimbing Allah untuk menjadi lebih sabar dari biasanya. Sabar akan kehendak yang sudah kita susun rapi, ternyata memang tak ada yang mampu mengalahkan kehendakNya. Kita sudah jauh-jauh hari mempersiapkan bayangan tentang hari lebaran. Mudik ke kampung halaman. Berjumpa dengan keluarga besar. Merayakan kemenangan. Nyatanya? Allah yang Maha Mengatur Segala.

Allah sedang membimbing kita menjadi lebih ikhlas. Dengan segala kondisi yang sedang dalam ketidak pastian ini. Bukankah yang paling ditakutkan oleh manusia memanglah sebuah ketidak pastian? Kita sedang diminta belajar untuk memaknai lebih dalam lagi bahwa dunia dan seisinya memanglah sebuah kefanaan, bukanlah sebuah kepastian dalam genggaman.

Juga bersyukur. Allah sedang membiasakan diri untuk bersyukur. Mensyukuri yang ada. Apa yang saat ini kita punya. Apa yang masih bisa kita lakukan. Seperti apa diri ini masih mampu berdaya dan mencahayakan.

Semuanya sedang belajar. Jika kita mau menelisik lebih dalam, betapa banyak kita dapati pemahaman bahwa dibalik semua ini, sejatinya semua sedang berjuang.

Untuk itu, yuk! Rayu Allah sesering mungkin, agar Allah selamatkan diri dari dunia dan akhiratnya. Allah siapkan kita menjadi manusia sebaik-baiknya hamba, setelah semua ini mereda.

Selamat berpuasa 🤗🌻

Ramadhan #3 : Melihat Dengan Kacamata Iman

Bismillahirrahmanirrahiim..

Bagaimana kabarmu di ramadhan hari ke-3 ini? Semoga semuanya senantiasa baik-baik saja ya 🙂
Apapun kondisinya sekarang, semoga Allah selalu memudahkan kita untuk melihat segala sesuatu dengan kacamata iman.

Akhir-akhir ini aku sering mendengar orang-orang berbicara “semua ini gara-gara corona”, “aku tidak bisa ini dan itu karena corona”, “semuanya kubatalkan gara-gara corona”, “aku tidak bisa berjumpa dengan keluarga karena corona”. Dan masih banyak kalimat sejenis lainnya.

Sebagai manusia yang lemah, aku sendiri tidak memungkiri jika rasa bosan dan suntuk seringkali hadir. Lelah melewati hari demi hari yang serba tidak pasti. Apalagi ini bulan ramadhan, saat-saat melakukan aktivitas bersama lebih terasa menyenangkan. Seperti shalat tarawih berjama’ah, berbuka bersama, tadarus dan i’tikaf di masjid bersama, mengadakan bagi-bagi ta’jil di jalan raya. Ah banyak sekali bukan yang bisa dilakukan bersama-sama.

Tetapi….

Jika terus saja mengutuki keadaan, waktu hanya akan terbuang sia-sia. Sedangkan, bulan penuh pahala tengah hadir diantara kita. Bukankah kebaikan sekecil apapun akan Allah lipat gandakan?

Lantas, jika semua itu selalu dilihat dengan menyalahkan keadaan kita akan lebih banyak disibukkan dengan hal-hal yang tidak manfaat. Akan lebih sering menghabiskan hari hari dengan emosi yang berantakan tak menentu. Namun, ketika sedikit saja mencoba membiarkan logika bekerja dan memandang sesuatu dengan kacamata iman, kita akan mendapati sebuah niscaya bahwa apa yang telah terjadi dan sedang kita hadapi hari ini adalah sebuah taqdir yang telah Allah tuliskan bahkan sebelum kita hadir di dunia.

Untuk itu, semua rencana yang telah kita susun jauh sebelum corona ini datang, juga sudah menjadi suratan yang Allah gariskan untuk hidup kita hari ini. Menolak takdir hanya akan membuat kita capek sendiri. Sedangkan sesederhana merasakan nikmat Allah yang masih diberi sampai saat ini sungguh sangat perlu disyukuri.

Semoga, selalu Allah mudahkan menjalani semua bentuk taqdir Allah dengan memandangnya melalui kacamata iman ya. Entah itu bentuk taqdir yang seperti apa. Semoga Allah mampukan.

Ramadhan #2 : Jika Deadline itu adalah Waktu di Dunia

Bismillahirrahmanirrahiim..

Memasuki pergantian tahun baru masehi kemarin, saat pergantian bulan Desember menuju bulan Januari kemarin, siapa yang pernah menyangka jika kita akan menghadapi situasi seperti saat ini? Sesulit ini rasanya, segelisah ini, setidak pastian ini. Siapakah yang mengira?

Atau dengan pongahnya kita justru sudah bersiap dari jauh-jauh hari, saat itu sudah bingung mencari jenis baju lebaran seperti apa yang akan kita kenakan saat Hari Raya Idul Fitri nanti?
Alih-alih menanyakan pada diri sendiri dan terus merayuNya supaya diberi kesempatan lagi untuk menjumpai ramadhanNya.

Teringat saat punya tugas-tugas dari atasan, dikejar quiz yang diberi dosen atau diminta untuk membuat laporan keuangan oleh pasangan, kita mengenal tenggat waktu bernama deadline. Mendengarnya saja kita selalu punya “kekuatan super” yang biasanya dinamai dengan “the power of kepepet”. Batasan waktu yang tinggal sedikit itu kita anggap sebagai lecutan semangat agar segera mengupayakan. Diri menjadi lebih produktif, untuk segera menyelesaikan.

Lantas mengapa dengan urusan akhirat jarang sekali terbersit dalam benak tentang bagaimana jika sebentar lagi deadline-ku di dunia telah tiba? dan waktuku telah habis. Semua yang akan ditanyakan di hari akhir belum ku persiapkan sama sekali?

Faghfirliii ya Rabb…
Sungguh jika bukan karena kasih sayang dan rahmatNya-lah waktu-waktu ini dimiliki dan terus saja dibiarkan bergulir tanpa makna berarti.

Semoga Allah mudahkan senantiasa hadir dalam hati tentang rasa dan ingatan akan mati. Seseorang yang senantiasa mengingatnyalah yang akan terus mempersiapkan dirinya setiap hari.

Karena kematian adalah sebaik-baiknya pengingat.

Ramadhan #1 : Dimana Semestinya Merasa Aman?

Bismillahirrahmanirrahim..

Dulu sewaktu belum menikah, ketika Ramadhan tiba, rasanya ingin rutin menulis apa saja hikmah yang ditemui. Selain untuk membiasakan diri menulis lebih sering, tetapi juga untuk meninggalkan catatan bahwa bulan Ramadhan selalu hadir dengan keistimewaan.

Dua tahun berselang dari tahun 2017 saat mencoba menulis khusus untuk mengisi bulan Ramadhan, tahun ini Ramadhan hadir dengan keistimewaannya tersendiri. Hadir di tengah pandemi.

Satu-satunya yang terlintas dalam pikiran saat ini adalah, dimanakah sebetulnya kita patut merasa aman?

Apakah itu di rumah sendiri dekat dengan sanak keluarga, di rumah saudara berkumpul lebih banyak lagi anggotanya, di masjid mungkin? di rumah Allah. Dimanapun kita berada, bukankah sesungguhnya kita telah ada yang menggenggam?

Maka, ketika diri kita sibuk mempertanyakan kondisi saat ini dimanakah sebaiknya aku berada, untuk mengamankan diri. Serumit apapun bersembunyi, toh Allaah lebih dekat sedekat nadi. Sejauh apapun berlari dan mencari tempat yang bagi hati adalah tempat yang nyaman, tak akan terhindar sari satupun takdir yang telah dituliskan.

Untuk itulah, Allaah hadirkan hari ini. Hadirkan bulan yang penuh dengan keberkahan ini, bulan yang Allah bukakan pintu maaf seluas yang tak mampu kita bayangkan seperti apa luasnya, bulan yang Allah lipat gandakan pahala atas sekeciiiiil apapun kebaikan. Dalam kondisi seperti ini. Untuk menguji, benarkah diri ini sanggup melalui?

Bukankah seorang muslim belum dikatakan beriman, jika belum diuji?

Al-Ankabut 2-3

Bicara tentang ujian, saya selalu ingat nasihat seorang kawan. “Jika kamu bisa melewati sebuah ujian, itu artinya derajatmu sedang Allah naikkan. Namun, ketika kamu menyadari bahwa dirimu masih diuji Allah dengan ujian yang sama, itu artinya kamu belum lulus untuk melalui ujian tersebut.”

Bahkan saat mengingat tentang kejadian yang tak pernah kita sangka, sayangnya yang biasanya lebih dulu teringat adalah betapa congkaknya, mengakui keberhasilan duniawi yang dicapai adalah berkat kemampuan diri kita sendiri. Dibandingkan dengan mengingat bahwa semua yang terjadi adalah sebaik-baiknya taqdir Allah. Termasuk dimana kita ditempatkan saat ini.

Jadi, dimana semestinya kita merasa aman?

Selamat berlomba-lomba memenangkanNya. Mengumpulkan sebanyak-banyaknya pahala, agar meningkat iman dan taqwa kita. Agar Allah berkenan memberi rasa aman dalam jiwa dengan sebaik-baiknya.

1 Ramadhan 1441H / 24 April 2020