Anak-anak Pahlawan

Percaya tidak percaya, manusia selalu punya masalah di hidupnya.
Beberapa hari yang lalu kunjungan ke panti sosial kembali  menyadarkan saya bahwa Allah selalu punya fase terbaik yang  telah disiapkan untuk hambanya. Dalam ujian maupun dalan nikmat, tergantung kita memaknainya.

Lalu apa korelasinya panti sosial dengan judul diatas anak-anak
adalah pahlawan?
Ini adalah sisi yang ingin saya ceritakan. Mungkin rumit dipahami namun semoga sampai pada pemahaman ;

pahlawan/pah·la·wan/ n orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani;

Mengingat kemarin adalah hari pahlawan, bagi saya memperingati hari-hari Nasional kepahlawanan adalah peringatan yang sudah jarang sekali untuk terlibat semenjak lulus sekolah. Positifnya ketika saya berhasil mengikuti jenis kegiatan macam itu, menyanyi Indonesia Raya sungguh-sungguh membuat saya bergetar hebat dan tanpa sadar ada yang menetes di pipi.

Namun anak-anak, dalam dua kesempatan di panti sosial maupun upacara kemarin. Berhasil membuat saya memaknai satu hal. Mereka adalah pahlawan.

Berinteraksi dengan mereka setiap harinya adalah kesempatan bagi saya untuk merefleksi diri.

Anak-anak adalah manusia paling jujur yang kita tahu. Mereka akan bertindak sesuka hati, semengerti hati, senalar pikiran. Tidak menuntut logis dan realistis. Mereka berlaku seadanya. Termasuk urusan keberanian dan memperjuangkan diri mengetahui
banyak hal dengan berebut tanya atau melakukan hal-hal kecil untuk membuktikan eksistensi diri.

“Bu Alvin, kasihan ada yang gak bisa duduk, bangun dari kasur.  Cuma bisa tidur, trus tidurnya miring-miring. Apa gak capek ya bu? Gak bisa sekolah berarti ya bu? “Kaleb, menunjuk seorang penderita skoliosis, berumur sebaya dengannya.

Dan ketika saya mencoba mengobrol dengan salah satu penderita cacat tulang belakang yang sedang di terapi, seorang anak perempuan berumur 6 tahun. Semua otot-ototnya lemah, ia hanya bisa digendong. Namun ketika ditanya, ia menjawab dengan antusias meski itu tidak terlalu jelas. Tidak jelas bahkan. Namun saya menangkap apa yang ia katakan “Namaku Fitri. Aku pengen bisa main”

Adakah dari pertanyaan dan pernyataan tersebut yang dibuat2? Tidak.

Hal-hal serupa yang membuat saya mengingat masa kecil. Anak-anak akan bertindak sesuai naluri alamiah mereka. Lalu, saat masa-masa kecil kita bukankah tidak jauh berbeda? Kita orang dewasa yang telah melalui fase yang sama.

Kadang kita mengatakan, anak-anak jaman sekarang bisa seberani itu ya? Sejatinya, ketika masa kecil kita dulu pun begitu.
Berani menguji diri. Berani mencoba melakukan banyak hal, diperjuangkan saja, hasil yang akan menunjukkan seberapa berhasil kita. Semasa kecil kita telah diuji dengan naluri alamiah diri kita sendiri.
Mengemukakan apa saja yang akan di maklumi dengan kata “namanya juga anak-anak”

Namun ketika perlahan usia beranjak meninggalkan predikat anak-anak. Kita lupa bahwa diri kita dulu pernah menjadi pejuang untuk diri sendiri. Kita pernah menjadi pahlawan untuk diri sendiri. Sekarang, ketika suatu hal terjadi tidak sesuai dengan rencana.. cepat sekali diri ini merasa lemah, merasa yang paling terluka, merasa yang paling sengsara dan banyak konotasi negatif lainnya. Hal itu membuat titik koordinat grafik yang jauh sekali berbeda dengan masa-masa kecil kita dulu yang terlatih menjadi pahlawan.

Maafkan tulisan random saya, hanya terus mencoba membangun pemahaman untuk diri sendiri.

Jum’ah barakah 🙂

alvinareana, meja kerja 111116

img20161107093326

img20161107095151

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.